Teori ini dikemukakan oleh W. Barnett dan Vernon Cronen. Mereka menyatakan bahwa “quality of our personal lives and of our social worlds is directly related to the quality of communication in which we engage. Asumsi ini dikembangkan berdasarkan pandangan mereka yang menganggap bahwa percakapan adalah basic material yang membentuk dunia sosial. Teori mereka, yaitu coordinated management of meaning, didasarkan pada pernyataan bahwa persons-in-conversations co-construct their own social realities and are simultaneously shaped by the worlds they create. Pearce dan Cronen menghadirkan CMM sebagai sebuah teori praktis yang ditujukan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik. Tidak seperti ahli teori objektivis lainnya, mereka tidak mengklaim teori ini sebagai hukum besi komunikasi yang menjadi penguasa kebenaran bagi setiap orang dalam setiap situasi. Bagi Pearce dan Cronen, ujian utama bagi teori mereka adalah bukan kebenaran tunggal tetapi konsekuensi. Mereka memandang teori CMM sebagai teori yang berguna untuk mensimulasi cara berkomunikasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup setiap orang dalam percakapan sehari-hari. Oleh karena itu teori CMM umumnya banyak digunakan dalam konteks mediasi, terapi keluarga, konflik budaya dan sebagainya.
Esensi Teori
Para pengguna CMM menyebut diri mereka sebagai social constructionist karena mereka berpegang pada asumsi bahwa lingkungan atau dunia sosial itu bukanlah sesuatu yang ditemukan begitu saja melainkan sesuatu yang diciptakan, dibangun, atau dikonstruksi. Asumsi tersebut mengawali bahasan teori ini, yaitu bahwa persons-in-conversation co-construct their own social realities and are simultaneously shaped by the worlds they created.
Selanjutnya, secara lebih rinci dikatakan bahwa teori ini mengikuti beberapa prinsip berikut:
1. The experience of persons-in-conversation is the primary social process of human life. Keterlibatan seseorang dalam sebuah percakapan adalah proses utama dalam kehidupan manusia. Pearce mengatakan bahwa konsep dasar ini dimunculkan untuk menyikapi pendapat yang mengatakan bahwa “communication as an odorless, colorless vehicle thought that is interesting or important only when it is done poorly or breaks down.” Menurutnya, komunikasi bukan sekedar aktivitas atau alat bagi seseorang untuk mencapai tujuannya, sebaliknya komunikasilah yang membentuk siapa diri mereka dan menciptakan hubungan (relationship) di antara mereka.
2. The way people communicate is often more important than the content of what they say. Cara seseorang berkomunikasi sering lebih penting dari pada isi pembicaraannya. Mood dan cara seseorang berkomunikasi memainkan peran yang besar dalam proses konstruksi sosial. Terkait dengan hal ini, bahasa disebut Pearce sebagai salah satu alat yang paling powerful yang pernah ditemukan dalam penciptaan dunia sosial. Dengan menggunakan bahasa orang saling menyebut orang lain sebagai rasis, gila, buas dan sebagainya. Dengan bahasa pula orang bisa memilih untuk menyebut sebuah peristiwa sebagai sebuah tindak kejahatan atau hanya sebagai sebuah insiden, sakit jiwa daripada gila, dan sebagainya.
3. The actions of persons-in-conversation are reflexively reproduced as the interaction continuous. Reflexivity dipahami dalam artian bahwa setiap apa yang kita lakukan akan berbalik dan mempengaruhi kita. Tindakan seseorang dalam percakapan akan menentukan kelanjutan dari interaksi mereka. Pearce dan Cronen adalah social ecologist yang mengingatkan kita pada dampak jangka panjang dari praktek komunikasi yang kita lakukan.
4. As social constructionists, CMM researchers see themselves as curious participants in a pluralistic world. Mereka penuh rasa ingin tahu karena mereka memandang konyol jika mengharapkan kepastian ketika berhadapan dengan tindakan individu di luar kehidupan mereka dalam kondisi yang selalu berubah. Mereka adalah partisipan karena mencoba untuk secara aktif terlibat dalam apa yang mereka teliti. Mereka hidup dalam dunia yang plural karena mereka berasumsi bahwa orang menciptakan kebenaran ganda daripada sebuah kebenaran tunggal.
Para teoritisi CMM membedakan stories lived dan stories told. Stories lived adalah co-constructed actions yang kita jalani bersama orang lain. Stories told adalah kata-kata naratif yang kita gunakan untuk memahami stories lived. Koordinasi (coordination) berperan pada saat kita menyesuaikan stories lived kita dengan stories lived orang lain sebagai cara untuk membuat hidup menjadi lebih baik. Kita mencoba menginterpretasikan others stories sehingga mencapai sebuah coherence –management of meaning. Kedua istilah, coordination dan coherence tersebut menjelaskan alasan kenapa Pearce dan Cronen menamakan teori mereka sebagai coordinated management of meaning. Sebagai ahli teori praktis, mereka ingin membantu orang-orang untuk menginterpretasi apa yang dikatakan dan mengkoordinasikan apa mereka lakukan sehingga lingkungan sosial yang mereka ciptakan bisa mereka jalani dan bisa bertahan di dalamnya.
Kisah-kisah yang kita ungkapkan sangat terbuka bagi banyak interpretasi. Pearce dan Cronen memberikan beberapa model untuk membantu orang menggambarkan apa yang terjadi dalam sebuah percakapan. Dua diantaranya adalah the atomic model dan the serpentine model.
Jika menggunakan atomic model maka diketahui ada 4 konteks yang berhubungan dengan percakapan sehari-hari, yaitu episode, relationship, identity, dan culture. Kunci untuk melakukan interpretasi adalah dengan melihat mana konteks yang mendominasi percakapan tertentu.
Coordination mengacu pada proses dimana orang-orang berkolaborasi dalam sebuah upaya untuk menyamakan visi mereka tentang apa yang dianggap perlu, mulia, dan baik serta untuk menghindari perbuatan yang ditakuti, dibenci, atau dicela. Untuk bisa memadukan tindakan (stories lived) orang tidak selalu harus koheren dengan orang lain, tetapi mereka tetap dapat memutuskan untuk mengkoordinasikan perilaku mereka.
CMM bertujuan untuk menciptakan perdamaian. Salah satu cara yang disarankan untuk berbicara dengan orang lain adalah dengan menggunakan komunikasi dialogis. Komunikasi dialogis dipandang sebagai sebuah cara untuk menjelaskan bagaimana persons-in-conversation dapat mencapai the meshing of stories lived. Bagi Pearce, hubungan interpersonal yang difokuskan pada komunikasi dialogis akan membuatnya berbeda dari sekedar debat, diskusi, atau ceramah. Komunikasi dialogis berarti berbicara dalam cara yang memungkinkan orang lain untuk mendengarkan, dan mendengarkan dalam cara yang memungkinkan orang lain untuk berbicara. Jadi dalam komunikasi dialogis, tidak ada satu pihak bersikap acuh terhadap pembicaraan orang lain atau sebaliknya yang mendominasi dan menghambat orang lain untuk berbicara.
Asumsi :
1. Manusia hidup dalam komunikasi
1. Manusia hidup dalam komunikasi
Pentingnya komunikasi, yaitu manusia hidup dalam komunikasi. Sekilas, premis ini memberikan pernyataan yang sedikit aneh mengenai komunikasi; faktanya bahwa manusia mendiami proses komunikasi. Akan tetapi,Pearce (1989) berpendapat bahwa”komunikasi adalah, dan akan selalu, menjadi lebih penting bagi manusia dari yang seharusnya(hal 3). Maksudnya kita hidup dalam komunikasi. Para teoretikus CMM mengajukan suatu orientasi yang sama sekali bertolak belakang; mereka berpendapat bahwa situasi sosial diciptakan melalui interaksi. Oleh karena individu-individu menciptakan realitas percakapan mereka, setiap interaksi memiliki potensi untuk menjadi unik. Pandangan ini mengharuskan para pendukung teori ini untuk mengesampingkan pandangan mereka yang telah ada mengenai bagaimana menjadi seorang komunikatir.
2. Manusia saling menciptakan realitas sosial : kepercayaan bahwa orang-orang saling menciptakan realitas sosial mereka dalam percakapan disebut sebagai konstruksionisme sosial(social construction). Realitas sosial(social reality) adalah keyakinan seseorang mengenai bagaimana makna dan tindakan sesuai atau tepat dalam sebuah interaksi sosial.
3. Transaksi informasi tergantung kepada makna pribadi dan interpesonal : makna pribadi adalah sebagai makna yang dicapai ketika seseorang berinterkasi dengan yang lain sambil membawa pengalamannya yang unik ke dalam interaksi. Makna pribadi membantu orang-orang dalam penemuan, maksdunya, hal ini tidak hanya membuat kita mampu menemukan informasi tentang diri kita sendiri, melainkan juga membantu kita dalam penemuan kita mengenai orang lain. Ketika dua orang sepakat mengenai interpretasi satu sama lain, mereka dikatakan telah mencapai makna interpersonal(interpersonal meaning).
2. Manusia saling menciptakan realitas sosial : kepercayaan bahwa orang-orang saling menciptakan realitas sosial mereka dalam percakapan disebut sebagai konstruksionisme sosial(social construction). Realitas sosial(social reality) adalah keyakinan seseorang mengenai bagaimana makna dan tindakan sesuai atau tepat dalam sebuah interaksi sosial.
3. Transaksi informasi tergantung kepada makna pribadi dan interpesonal : makna pribadi adalah sebagai makna yang dicapai ketika seseorang berinterkasi dengan yang lain sambil membawa pengalamannya yang unik ke dalam interaksi. Makna pribadi membantu orang-orang dalam penemuan, maksdunya, hal ini tidak hanya membuat kita mampu menemukan informasi tentang diri kita sendiri, melainkan juga membantu kita dalam penemuan kita mengenai orang lain. Ketika dua orang sepakat mengenai interpretasi satu sama lain, mereka dikatakan telah mencapai makna interpersonal(interpersonal meaning).
Makna pribadi dan interpersonal didapatkan dalam percakapan, sering kali tanpa dipikirkan sebelumnya.
1. Isi/Content : merupakan langkah awal di mana data mentah dikonversikan menjadi makna. “aku mencintai kamu”menyiratkan informasi mengenai reaksi A ke B
2. Tindak Tutur/Speech Act : dalam mendiskusikan level makna yang kedua ini, Pearce(1994) mendeskripsikan tindak tutur(speech act) sebagai”tindakan-tindakan yang kita lakukan dengan cara berbicara, misalnya:bertanya, memberikan pujian, atau mengancam). Tindak tutur bukanlah benda; tindak tutur adalah konfigurasi dari logika makna dan tindakan dari percakapan, dan konfigurasi ini diabngun bersama. Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa dua orang saling menciptakan makna dari tindak tutur. “ Aku mencintai kamu” fase ini menyampaikan lebih dari sekadar sebuah pernyataan
3. Episode : untuk menginterpretasikan tindak tutur, Pearce dan Cronen(1980) membahas episode atau rutinitas komunikasi yang dimiliki awal, pertengahn, dan akhir yang jelas. Dapat dikatakan bahwa episode mendeskripsikan konteks di mana orang bertindak. Pada level ini, kita mulai melihat pengaruh dari konteks terhadap makna. Dalam percakapan yang koheren dibutuhkan sutau tingkat penadaan(punctuation) yang terkoordinasi. Pearce(1976) berpendapat bahwa episode merupakan hal yang tidak pasti karen para aktor dalam situasi sosial sering kali mendapati diri mereka berada dalam episode-episode yang benar-benar beragam. Ia juga melihat bahwa episode-episode sebenarnya didasarkan oleh budaya, dimana orang-orang membawa harapan, yang dipengaruhi oleh kebudayaan mereka, akan bagaimana suatu episode harus dilaksanakan.
4. Hubungan-Relationship (Kontrak-Contract) : dimana dua orang menyadari potensi dan batasan mereka sebagai mitra dalam sebuah hubungan. Hubungan dapat dikatakan seperti kontrak, dimana terdapat tuntunan dalam berprilaku. Para teoretikus menggunakan istilah keterlibatan(enmeshment) untuk menggambarkan batasan dimana orang mengidentifikasi dirinya sebagai bagaian dari suatu sistem.
5. Naskah Kehidupan-Life Scripts (Autobiografi) : kelompok-kelompok episode masa lalu atau masa kini yang menciptakan suatu sistem makna yang dapat dikelola bersama dengan ornag lain.
6. Pola Budaya/Culture Patterns : Pearce dan Cronen(1980) menyataka bahwa manusia mengidentifikasi diri mereka dengan kelompok tertentu dalam kebudayaan tertentu.
Koordinasi Dipengaruhi beberapa hal :
1. Moralitas, koordinasi mengharuskan individu untuk menganggap tindakan moral lebih tinggi sebagai suatu hal yang penting(Pearce 1989). Moralitas sebagai penghargaan, martabat, dan karakter. Moralitas terdiri dari etika karena etika merupakan bagian yang instrinsik dalam setiap akur percakapan.
2. Sumber daya yang pada seseorang(resources), mereka merujuk pada”cerita, gambar, simbol, dan institusi yang digunakan orang untuk memaknai dunia mereka”(pearce, 1989,hal.23) Sumber daya juga termasuk persepsi, kenangan, dan konsep yang membantu orang mencapai koherensi dalam realitas sosial mereka.
Aturan
Teoretikus CMM berpendapat bahwa penggunaan aturan dalam percakapan lebih dari sekedar kemampuan untuk menggunakan aturan; hal ini membutuhkan”kemampuan fleksibel yang tidak dapat disederhanakan menjadi sebuah tehnik belaka”(cronen. 1995b, hal 224). Oleh karena itu aturan lebih sekedar dari tuntunan prilaku. Para partispan harus memahami realitas sosial dan kemudian mengintegrasikan aturan ketika mereka memutuskan bagaimana harus bertindak dalam situasi tertentu.
Pearce dan Cronen (1980) mendiskusikan dua tipe aturan:
1. Aturan konstitutif(constitutif rules) merujuk pada bagaimana perilaku harus diinterpretasikan dalam suatu konteks. Dengan kata lain,aturan konstitusif memberitahukan kepada kita apa makna dari perilaku tertentu, tetapi tidak memberikan tuntutan kepada orang untuk berprilaku. Contoh: aku mencintaimu,,untuk siapa???teman,pacar, keluarga(memiliki implikasi yang berbeda).
1. Aturan konstitutif(constitutif rules) merujuk pada bagaimana perilaku harus diinterpretasikan dalam suatu konteks. Dengan kata lain,aturan konstitusif memberitahukan kepada kita apa makna dari perilaku tertentu, tetapi tidak memberikan tuntutan kepada orang untuk berprilaku. Contoh: aku mencintaimu,,untuk siapa???teman,pacar, keluarga(memiliki implikasi yang berbeda).
2. Aturan regulatif (regulative rules) merujuk pada urutan tindakan yang dilakukan oleh seseorang, dan menyampaikan apa yang akan terjadi selanjutnya dalam sebuah percakapan. Misalnya ada aturan regulatif dalam bertemu dengan rekan kerja yang baru, biasanya anda akan memperkenalkan diri anda, memberi selamat datang pada rekan baru anda.
Jika pasangan ini terus berseteru, maka mereka akan terlibat di dalam hal yang disebut oleh Cronen, Pearce dan linda Snavely (1979) sebagai pola berulang yang tidak diinginkan. Pola yang tidak diinginkan(unwanted repetitive patterns-URP) adalah episode konflik yang berurutan dan terjadi berulang kali yang sering kali tidak diinginkan terjadi oleh individu yang terlibat dalam konflik.
Kunci utama dari CMM adalah aturan. Khususnya konstitutif dan regulatif merupakan kompenen teori.
Kunci utama dari CMM adalah aturan. Khususnya konstitutif dan regulatif merupakan kompenen teori.
Rangkaian(LOOP)
Hieraki makna yang ditampilkan sebelumnya menunjukkan bahwa beberapa level yang rendah dapat merefleksikan ulang dan mempengaruhi makna dari level-level yang lebih tinggi. Pearce dan Cronen(1980) menyebut proses refkleksi ini sebagai rangkaian(loop). Ketika rangkaian berjalan dengan konsisten melalui tingkatan-tingkatan yang ada dalam hierarki, disebut rangkaian seimbang(charmed loop). Rangkaian seimbang terjadi ketika satu bagian dari hierarki mendukung lebel yang lain. Selain itu, penetepan makna yang ada bersifat konsisten dan disepakati disepanjang rangkaian. Pada saat tertentu, beberapa episode dapat menjadi tidak konsisten dengan level-level yang lebih tinggi di dalam hieraki yang ada. Rangkaian ini disebut rangkaian tidak seimbang(strange loop). Rangkaian ini muncuk karena adanya komunikasi intarpersonal yang terjadi pada saat individu-individu sedang sibuk dengan dialog internal mereka mengenai sikap mereka yang merusak diri sendiri.
6 komentar:
izin share untuk paper, thanks :)
izin copy utk paper ya. ku cantumkan blog di dapus. thnks :)
boleh tau sumbernya?
boleh tau sumber-sumber pustakanya mas?
West turner ini pasti
izin copy beberapa untuk tugas makasih
Catat Ulasan