Rabu, Mei 04, 2011

TANGGUNGJAWAB PROFESI

A. Pengertian Tanggungjawab

Tanggungjawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga tanggungjawab dapat dipahami sebagai kewajiban menanggung, memikul jawab, dan menanggung segala sesuatunya. Bertanggungjawab berarti dapat menjawab bila ditanya tentang perbuatan-perbuatan yang dilakukan. Orang yang bertaggung jawab dapat diminta penjelasan tentang tingkah lakunya dan bukan saja ia bisa menjawab melainkan juga harus menjawab.

Dalam pengertian kamus Bahasa Inggris, tanggung jawab itu diterjemahkan dengan kata: “Responsibility = having the character of a free moral agent; capable of determining one’s own acts; capable of deterred by consideration of sanction or consequences”. Definisi ini memberikan pengertian yang dititiberatkan pada: 1) harus ada kesanggupan untuk menetapkan sikap terhadap sesuatu perbuatan, dan 2) harus ada kesanggupan untuk memikul resiko dari sesuatu perbuatan.
Bila pengertian diatas dianalisis lebih luas, akan kita dapati bahwa dalam kata; “Having the character’ itu dituntut sebagai suatu keharusan, akan adanya pertanggungan moral/karakter. Karakter di sini merupakan suatu nilai-nilai dari perbuatan. Konsekuensi selanjutnya berarti bahwa terhadap sesuatu perbuatan hanya terdapat dua alternative penilaian yaitu: tahu bertanggung jawab atau tidak tahu bertanggung jawab.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Misal, seorang mahasiswa mempunyai kewajiban belajar. Bila belajar, maka hal itu berarti ia telah memenuhi kewajibanya. Berarti pula ia telah bertanggung jawab atas kewajibannya. Sudah tentu bagaimana kegiatan belajar si mahasiswa. Itulah kadar petanggung jawabannya. Bila pada ujian mendapat nilai A, B atau C itulah kadar pertanggung jawabannya. Bila si mahasiswa malas belajar, dan dia sadar akan hal itu. Tetapi ia tetap tidak mau belajar dengan alasan cape, segan, dan lain-lain. Padahal ia menghadapi ujian. Ini berarti bahwa si mahasiswa tidak memenuhi kewajibannya, berarti pula ia tidak bertanggung jawab.

B. Unsur-unsur Tanggungjawab
Dari segi filsafat, suatu tanggung jawab itu sedikitnya didukung oleh tiga unsur pokok, yaitu : kesadaran, kecintaan/kesukaan, dan keberanian.

1. Kesadaran
Sadar berisi pengertian : tahu, kenal, mengerti dapat memperhitungkan arti, guna sampai kepada soal akibat dari sesuatu perbuatan atau pekerjaan yang dihadapi. Seseorang baru dapat diminta tanggung jawab, bila ia sadar tentang apa yang diperbuatnya.

Dengan dasar pengertian ini kiranya dapat dimengerti, apa sebab ketiga golongan (si bocah, si kerbau, dan si gila ) adalah tidak wajar bila diminta atau dituntut supaya bertanggung jawab sebab, baik kepada si bocah, si kerbau, dan si gila, kesemua mereka ini, bertindak tanpa adanya kesadaran, artinya mereka sama sekali tidak mengerti, akan guna dan akibat dari perbuatannya.

2. Kecintaan / Kesukaan
Cinta, suka menimbulkan rasa kepatuhan, kerelaan, dan kesediaan berkorban. Cinta pada tanah air menyebabkan prajurit-prajurit kita rela menyabung nyawa untuk mempertahankan tanah air tercinta. Sadar akan arti tanggungjawablah, menyebabkan mereka patuh berdiri di bawah terik matahari atau hujan lebat untuk mengawal, dilihat atau tidak diawasi.

3. Keberanian
Berani berbuat, berani bertanggungjawab. Berani disini didorong oleh rasa keikhlasan, tidak bersikap ragu-ragu dan takut terhadap segala macam rintangan yang timbul kemudian sebagai konsekueansi dari tindak perbuatan. Karena adanya tanggung jawab itulah, maka seseorang yang berani, juga memerlukan adanya pertimbangan pertimbangan, perhitungan dan kewaspadaan sebelum bertindak, jadi tidak sembrono atau membabi buta.
Keberanian seorang prajurit adalah keberanian yang dilandasi oleh rasa kesadaran, adanya rasa cinta kepada tanah air, dimana ketiga unsur kejiwaan tersebut tersimpul ke dalam satu sikap: “Keikhlasan dalam mengabdi, dan dengan penuh rasa tanggung jawab“, dalam menunaikan tugas dan darma bakti kepada negara dan bangsa.

D. Jenis-jenis Tanggungjawab
1. Tanggungjawab Dilihat dari Sifatnya

Tanggungjawab itu bisa langsung atau tidak langsung. Tanggung jawab bersifat langsung, bila si pelaku sendiri bertanggung jawab atas perbuatannya. Biasanya akan terjadi demikian. Tetapi kadang-kadang orang bertanggung jawab secara tidak langsung . contohnya, kalau anjing saya merusakkan barang milik orang lain, bukanlah anjing yang bertanggung jawab (sebab seekor anjing bukan makhluk bebas), melainkan saya sebagai pemiliknya. Sekurang-kurangnya bila kejadian itu berlangsung di tempat umum. Jadi, di sini saya bertanggung jawab secara tidak langsung. Sebab saya harus mengawasi gerak-gerik anjing saya di tempat umum. Tapi kalau seandainya orang masuk halaman rumah saya tanpa izin dengan maksud mencuri atau maksud apapun juga dan digigit oleh anjing saya, maka saya tidak bertanggung jawab, karena orang itu tidak berhak masuk halaman rumah tanpa seizin tuan rumah.

Demikian halnya juga dengan anak kecil, bila anak kecil melakukan sesuatu yang merugikan orang lain, orang tua atau walinya bertanggung jawab atas kejadian itu, karena anak itu sendiri belum bisa dianggap pelaku bebas. Secara tidak langsung orang tua atau walinya bertanggungjawab, sebab mereka harus mengawasi anaknya.

2. Tanggungjawab Dilihat dari Subyeknya

Tanggungjawab bila dilihat dari segi subyeknya terbagi menjadi dua bagian, yaitu: a) tanggungjawab pribadi atau perorangan, artinya, tanggungjawab seseorang atas perbuatannya. b) Tanggungjawab kolektif atau kelompok Tetapi, jenis tanggungjawab ini dalam etika sering kali diajukan pertanyaan apakah ada tanggungjawab kolektif atau kelompok. Pertanyaan ini dijawab dengan cara berbeda-beda. Beberapa etikawan menerima kemungkinan tanggung jawab kolektif, tapi lebih banyak menolaknya. Kadang-kadang kita mendapat kesan bahwa memang ada tanggung jawab kolektif.

Tanggung jawab tidak dimaksudkan penjumlahan tanggung jawab beberapa individu. Bukan maksudnya bahwa orang A bertanggung jawab di samping orang B, C, dan D. sebab, tanggung jawab seperti itu hanya merupakan struktur lebih kompleks dari tanggung jawab pribadi dan tidak menimbulkan kesulitan khusus. Juga tidak dimaksudkan bahwa dalam suatu kelompok beberapa orang bertanggung jawab untuk sebagian, seperti misalnya dalam sebuah geng penjahat ada yang merencanakan, ada yang membantu dan ada yang melaksanakan tindak kejahatan. Juga tidak dimaksudkan bahwa banyak tindakan pribadi kita mempunyai dampak sosial. Hal itu tidak mengherankan, sebab akibat kodrat social manusia perbuatan – perbuatan pribadi kita dengan banyak cara terjalin dengan kepentingan orang lain, bahkan dengan masyarakat sebagai keseluruhan. Yang dimaksudkan dengan tanggung jawab kolektif ialah bahwa orang A, B, C, dan D dan seterusnya, secara pribadi tidak bertanggung jawab, sedangkan mereka semua bertanggung jawab sebagai kelompok atau keseluruhan.

3. Tanggungjawab Dilihat dari Obyek dan Relasinya

Selain jenis tanggungjawab di atas, ada juga tanggungjawab yang dilihat dari obyeknya dan relasi manusia yang komponen yang lainnya. Manusia itu berjuang memenuhi keperluannya sendiri atau untuk keperluan pihak lain. Untuk itu dia mengahadapi manusia dalam masyarakat atau menghadapi lingkungan alam. Dalam usahanya itu manusia juaga menyadari bahwa ada kekuatan lain yang ikut menentukan yaitu kekuasaan Tuhan. Atas dasar itu, lalu dikenal beberapa jenis tanggung jawab, yaitu: tanggungjawab terhadap diri sendiri, tanggungjawab terhadap keluarga, tanggungjawab terhadap masyarakat, tanggungjawab terhadap bangsa dan Negara, dan tanggungjawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

a. Tanggungjawab terhadap Diri Sendiri

Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusaia pribadi. Dengan demikian bisa memecahkan masalah-masalah kemanusiaan mengenai dirinya sendri. Menurut sifat dasarnya anusia adalah makhluk bermoral, tetapi manusia juga seorang pribadi. Karena merupakan seorang pribadi maka manusia mepunyai pendapat sendiri, perasan sendiri, angan-angan sendiri. Sebagai perwujudan dari pendapat, perasaan,dan angan-angan itu manusia berbuat dan bertindak. Dalam hal ini manusia tidak luput dari kesalahan kekeliruan, baik yang disengaja maupun tidak.

b. Tanggungjawab terhadap Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suam-istri, ayah-ibu, dan anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tanggungjawab ini menyangkut nama baik keluarga. Dan tanggungjawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.

c. Tanggungjawab terhadap Masyarakat
Pada hakikatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyarakat tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.

d. Tanggungjawab terhadap Bangsa/Negara
Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap mausia, tiap individu adalah warga Negara suatu Negara. Dalam berfikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung jawab kepada negara.

e. Tanggungjawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya manusia bertanggung jawab langsung terhadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama. Pelanggaran dari hukuman-hukuman tersebut akan segera diperintahkan oleh Tuhan dan jika dengan peringatan yang keras pun manusia masih juga tidak menghiraukan maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan berarti mereka meninggalkan tanggungjawab yang seharusnya dilakukan oleh manusia terhadap Tuhan sebagai penciptanya, bahkan untuk memenuhi tanggungjawabnya, manusia perlu pengorbanan.

D. Tanggungjawab Retrospektif dan Prospektif
Bila dilihat berdasarkan proses kejadiannya, maka terdapat dua macam tanggungjawab, yaitu tangung jawab retrospektif dan tanggung jawab prospektif.

1. Tanggungjawab Retrospektif
Tanggungjawab retrospektif adalah tanggung jawab atas perbuatan yang telah berlangsung dan segala konsekuensinya. Bila seorang apoteker telah memberi obat yang salah karena kurang teliti membaca resep dokter, maka ia bertanggung jawab. Bila kemudian ketahuan, ia harus memperbaiki perbuatannya itu dengan memberi obat yang betul. Dan seandainya kekeliruannya ternyata mempunyai akibat negative, seperti misalnya penyakit pasien bertambah parah, ia harus memberi ganti rugi seperlunya. Contoh tentang tanggung jawab prospektif ialah bahwa pagi hari ketika membuka apoteknya si apoteker bertanggung jawab atas semua obat yang akan dijual hari itu.

2. Tanggung Jawab Prospektif
Tanggung jawab prospektif ialah tanggung jawab atas perbuatan yang akan datang. Dalam hidup sehari-hari kita lebih banyak mengalami tanggung retrospektif, karena biasanya tanggung jawab baru dirasakan betul-betul, bila kita berhadapan dengan konsekuensinya. Di sini pun kiasan “harus bertanggung jawab” tampak dengan paling jelas. Sebelum perbuatan dilakukan, pelaku bersangkutan sudah bertanggung jawab (dalam arti prospektif), tapi saat itu tanggung jawabnya masih terpendam dalam hatinya dan belum berhadapan dengan orang lain. Baik tanggung jawab retrospektif maupun untuk tanggung jawab prospektif berlaku bahwa tidak ada tanggung jawab, jika tidak ada kebebasan.

E Tingkat-tingkat Tanggungjawab
Suatu tanggungjawab berdasarkan kebebasan yang dimilikinya, kalau tidak ada kebebasan, tidak ada tanggung jawab juga. Tapi karena kebebasan bisa kurang atau lebih, demikian juga tanggung jawab ada tingkat-tingkatnya. Tentang perbuatan sejenis yang dilakukan oleh beberapa orang, bisa saja bahwa satu orang lebih bertanggung jawab dari pada orang lain.
Di sini akan diberikan beberapa contoh tentang perbuatan yang kira-kira sama jenisnya tetapi berbeda bentuk tanggungjawabnya, yaitu.
1. Anto mencuri, tetapi dia tidak tahu bahwa ia mencuri.
2. Tono mencuri, karena dia seorang kleptoman.
3. Didin mencuri, karena dalam hal ini dia disangka ia boleh mencuri.
4. Gogon mencuri, karena orang lain memaksa dia dengan mengancam nyawanya.
5. Agus mencuri, karena dia tidak bisa mengendalikakn nafsunya.

Tentang 1
Anto mengambil tas milik orang lain berisikan uang satu juta rupiah, karena dia berpikir tas itu adalah tasnya sendiri. Maklumlah, warna dan bentuknya persis sama dengan tas yang juga miliknya. Ketika sampai di rumah dan membuka tasnya, barulah ia menyadari bahwa tas itu ternyata milik orang lain. Dia tidak bebas dan tidak bertanggung jawab dalam melakukan perbuatan “pencurian” itu, karena dia tidak tahu bahwa ia mencuri (bahwa tas itu milik orang lain). Dipandang dari luar, Anto memang mencuri (mengambil milik orang lain tanpa izin), tapi ia tidak tahu bahwa ia “mencuri”. Perbuatan itu tidak dilakukakn dengan sengaja. Karena itu perbutannya sebaiknya tidak disebut “pencurian”.

Tentang 2
Tono juga mengambil tas berisikan uang milik orang lain, tapi dia menderita kelainan jiwa yang disebut “kleptoman”, yaitu dia mengalami paksaan batin untuk mencuri. Di sini tidak ada kebebasan psikologis, seperti sudah kita lihat sebelumnya, dan akibatnya dia tidak bertanggung jawab. Tapi dia perlu ditekankan lagi: supaya Tono tidak bebas dan tidak bertanggung jawab, haruslah perbuatannya sungguh-sungguuh berasal dari kleptoman.

Tentang 3
Didin juga mengambil uang milik orang lain. Ia membuatnya dengan bebas, tapi dalam arti tertentu ia membuatnya terpasa juga. Didin ini seorang duda yang mempunyai lima anak yang masih kecil. Mereka sudah beberapa hari tidak dapat makan, karena uangnya habis sama sekali. Ia sudah menempuh segala cara yang dapat dipikirkan untuk memperoleh makanan yang dibutuhkan. Mengemis pun ia coba.tapi sampai sekarang ia gagal terus pada suatu ketika kebetulan ia mendapat kesempatan emas untuk mencuri tas berisikan uang. Kesempatan ini tidak disia-siakan. Uang yang dicuri itu cukup untuk membeli makanan selama beberapa bulan. Ibu Didin berpendapat bahwa dalam hal ini ia boleh mencuri Ia mengahadapi konflik kewajiban. Di satu pihak ia wajib menghormati milik orang lain dan karena itu ia tidak boleh mencuri. Di lain pihak sebagai seorang bapak ia wajib memperjuangkan keselamatan anaknya. Ibu Didin berpendapat bahwa kewajiban kedua harus diberi prioritas dan akibatnya dalam kasus ini ia boleh mencuri. Perlu diperhatikan bahwa perbuatannya dilakukan secara bebas dan karena itu ia bertanggung jawab penuh atas perbuatannya. Tapi dipandang dari sudut etika, dalam kasus ini ia tidak bersalah.

Tentang 4
Karena perawakannya pendek, Gogon dipaksa oleh majikannya untuk masuk kamar seseorang melalui lobang kisi-kisi di atas pintu, guna mengambil tas berisikan uang terdapat si situ. Kalau ia menolak, ia akan disiksa dan barangkali dibunuh. Gogon tidak melihat jalan lain daripada menuruti perintah majikannya. Ia membuatnya terpaksa, sebab sebenarnya ia tidak mau. Namun ia juga tidak ingin tertimpa ancaman majikannya. Dalam kasus ini terrnyata Gogon tidak bebas (dalam arti kebebasan moral) dank arena itu ia juga tidak bertanggung jawab atas perbuatannya.

Tentang 5
Agus mencuri uang satu juta rupiah yang boleh pemiliknya disimpan dalam sebuah tas. Pada ketika dapat dipastikan tidak ada orang yang melihat, ia mengambil tas itu dan langsung kabur. Si Agus sudah lama mencita-citakan akan mempunyai pesawat televisi berwarna. Tapi sampai sekarang uangnya tidak cukup. Karena pemilik tas itu lengah sesaat, ia bisa mewujudkan cita-citanya. Mulai hari itu ia sekeluarga dapat menikmati siaran televisi berwarna. Jadi, Agus tidak mencuri untuk merugikan pemilik uang itu. Maksudnya tentu tidak mencelakakan orang itu. Ia malah tidak tahu bahwa orang itu pedagang kecil yang dalam tas membawa hampir seluruh modalnya yang baru saja diambil dari Bank. Agus hanya didorong oleh nafsunya mau memiliki pesawat televisi berwarna, sebagaimana sudah lama dimiliki oleh tetangga dan kenalan lain. Dengan mencuri uang itu Agus bertindak bebas dan karena itu ia bertanggung jawab.

F. Syarat bagi Tanggung Jawab Moral dalam Etika Profesi
Dalam membahas prinsip-prinsip etika profesi dan prinsip-prinsip etika bisnis. Kita telah menyinggung tanggung jawab sebagai salah satu prinsip etika yang penting. Persoalan pelik yang harus dijawab pada tempat pertama adalah manakah kondisi bagi adanya tanggung jawab moral. Manakah kondisi yang relevan yang memungkinkan kita menuntut agar seseoarang bertanggung jawab atas tindakannya. Ini sangat penting, karena tidak sering kita menemukan orang yang mengatakan bahwa tindakan itu bukan tanggung jawabku. Atau, kita pun sering mengatakan bahwa suatu tindakan sudah berada di luar tanggung jawab seseorang. Lalu, manakah batas, manakah kondisi atau syarat sah bagi tanggung jawab moral ini?
Paling kurang ada tiga syarat penting bagi tanggung jawab moral. Pertama, tanggung jawab mengandaikan bahwa suatu tindakan dilakukan dengan sadar dan tahu. Tanggung jawab hanya bisa dituntut dari seseorang kalau ia bertindak dengan sadar dan tahu mengenai tindakannya itu serta konsekuensi dari tindakannya. Hanya kalau seseorang bertindak dengan sadar dan tahu, baru relevan bagi kita untuk menuntut tanggung jawab dan pertanggungjawaban moral atas tindakakannya itu.
Dengan demikian, syarat pertama bagi tanggung jawab atas suatu tindakan adalah bahwa tindakan itu dijalankan oleh pribadi yang rasional. Pribadi yang kemanapun akal budinya sudah matang dan dapat berfungsi secara normal. Pribadi itu paham betul akan apa yang dilakukannya.
Kedua, tanggung jawab mengandaikan adanya kebebasan pada tempat pertama. Artinya, tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari seseorang atas tindakannya, kalau tindakannya itu dilakukannya secara bebas. Ini berarti orang tersebut melakukan tindakan itu bukan dalam keadaan terpaksa atau dipaksa. Ia sendiri secara bebas dan suka rela melakukan tindakan itu. Jadi, kalau seseorang terpaksa atau dipaksa melakukan suatu tindakan, secara moral ia dituntut bertanggung jawab atas tindakan itu. Karena itu, tidak relevan bagi kita untuk menuntut pertanggungjawaban moral atas tindakannya itu. Tindakan tersebut berada di luar tanggung jawabnya. Hanya orang yang bebas dalam melakukan sesuatu bisa bertanggung jawab atas tindakaknya.
Ketiga, tanggung jawab mensyaratkan bahwa orang yng melakukan tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau dan bersedia melakukan tindakan itu. Syarat ini terutama relevan dalam kaitan dengan syarat kedua di atas. Bisa saja seseorang berada dalam situasi tertentu sedemikian rupa seakan-akan ia terpaksa melakukan suatu tindakan. Situasi ini terutama terjadi ketika seseorang dihadapkan hanya pada satu pulihan. Hanya ada satu alternative. Terlihat seakan-akan di hanya bisa memilih alternative itu. Lain tidak, bahkan dia tidak bisa memilih alternative tersebut. Dalam keadaan seperti itu, tampak seolah-olah orang ini memang terpaksa. Itu berarti menurut syarat kedua di atas, dia tidak bisa bertanggung jawab atas pilihannya karena tidak bisa lain. Karena itu, tidak relevan untuk menuntut pertanggungjawaban dari orang itu.
Akan tetapi, kalaupun orang tersebut berada dalam situasi seperti itu, di mana di tidak bisa berbuat lain dari memilih alternative yang hanya satu itu, ia masu\ih tetap bisa dituntut untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Ia masih tetapbertanggung jawab atas tindakannya kalau dalam situasi seperti itu ia sendiri mau (apalagi dengan sadar dan bebas ) memilih alternative yang hanya satu itu dan tidak bisa dielak itu.
Sehubungan dengan tanggung jawab moral, berlakku prinsip yang disebut the principle of alternate possibilities. Menurut prinsip ini, seseorang bertanggung jawab secara moral atas tindakannya yang telah dilakukannya hanya kalau ia bisa bertindak secara lain. Artinya, hanya kalau masih ada alternative baginya untuk bertindak secara lain, yang tidak lain berarti ia tidak dalam keadaan terpaksa melakukan tindakan itu.
Menurut Harry Frankfurt, prinsip ini tidak sepenuhnya benar. Sebabnya, seeseoarang masih bisa tetap bertanggung jawab atas tindakannya kalaupun ia tidak punya kemungkinan lain untu bertindak secara lain. Artinya, kalaupun tindakan itu dilakukan di bawah ancaman sekalipun, misalnya, tapi kalau ia sendiri memang mau melakukan tindakan itu, ia tetap bertanggung jawab atas tindakannya. Dengan kata lain, prinsip bahwa seseorang hanya bisa bertangguung jawab secara moral atas tindakan yang telah dilakukannya kalau ada kemungkinan baginya untuk bertindak secara lain, tidak sepenuhnya benar. Menurut Frankfurt, prinsipyang benar adalah bahwa seseorang tidak bertanggung jawab secara moral atas tindakan yang telah dilakukannya kalau ia melakukannya hanya karena ia tidak bisa bertindak secara lain. Artinya, tidak ada alasan lain kecuali bahwa memang ia terpaksa melakukan itu, dan tidak ada alasan lain selain terpaksa. Namun, selama ia sendiri mau (berarti alasan dari tindakannya adalah kemauannya sendiri dan bukan keadaan terpaksa tersebut), ia tetap bertanggung jawab kendati situasinya seolah-olah ia terpaksa (tidak ada alternative lain).

0 komentar:

Catat Ulasan

 
Design by yusup doank | Bloggerized by yusup doank juga | coupon codes