A. Pengertian Kebebasan
Jika merujuk kepada pengertian sederhana tentang kebebasan dalam bahasa Indonesia, yakni berakar dari kata bebas yang memiliki beberapa pengertian, yaitu: 1) lepas sama sekali (tidak terlarang, terganggu, dan lainnya sehingga boleh bergerak, bercakap, berbuat, dan lainnya dengan leluasa), 2) lepas dari (tuntutan, kewajiban, dan ketakutan); tidak dikenakan (hukuman, pajak,dan lainnya); tidak terikat atau terbatas oleh aturan-aturan, dan 3) merdeka (tidak diperintah atau dipengaruhi oleh negara lain).
Pengertian etimologi ini tentu tidak memadai dan memungkinkan dijadikan pijakan hukum secara personal dalam realitas sosial. Karena jika itu terjadi, maka akan melahirkan ketidakbebabasan bagi pihak lain. Ini berarti, tidak ada seorang pun bebas sepenuhnya, karena kebebasan secara akademik terikat oleh aturan-aturan, baik agama, etika maupun budaya. Keterikatan makna bebas dengan konsepsi keagamaan, etika, dan budaya inilah membuat pengertiannya menjadi bias dan subjektif. Karena setiap agama dan budaya memiliki aturan dan norma yang mungkin berbeda sesuai titah yang direduksi dari ajaran kitab suci setiap agama dan konsepsi budaya itu.
Sedangkan dalam bahasa Inggris, kebebasan disitilahkan dengan freedom atau liberty (bahasa Latin, liber, bebas; libertas, kebebasan), yang memilki beberapa makna, yaitu: 1) Hak sesorang untuk secara bebas memilih dari beberapa alternative tindakan atau sasaran tanpa dibatasi oleh otoritas. 2) Hak seseorang untuk tidak dicampurtangani dalam pencaharian nilai atau pemilikan atas apa yang yang dia inginklan. 3) Hak individu untuk mengeksprisikan diri sebagaimana yang mereka inginkan, tanpa tekanan, dan untuk menggunakan cara-cara yang mereka inginkan untuk memenuhi kepentingan-kepentingan mereka. 4) Ketiadaan (kebebasan dari tekanan-tekanan, hambatan-hambatan, tegangan-tegangan atau kesulitan-kesulitan eksternal serta tanpa ketakutan pada hukuman atau balas dendam. 5) Kebebasan (kemamapuan) atau kesempatan untuk bertindak sesuai dengan pilihan sendiri.
Dari pengertian di atas, secara sederhana kebebasan dapat dipahami sebagai kemampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri. Kebebasan lebih bermakna positif dan ia ada sebagai konsekuensi dari adanya potensi manusia untuk dapat berpikir dan berkehendak. Sudah menjadi kodrat manusia untuk menjadi makhluk yang memiliki kebebasan bebas yang memiliki kebebasan, bebas untuk berpikir, berkehendak, dan berbuat.
Aristoteles sendiri mengatakan bawa manusia adalah homorationale (makhluk yang berakal budi) yang memiliki tiga anima (jiwa) yakni: 1) anima avegatitiva atau disebut roh vegetatif, yaitu jiwa dengan fungsi untuk makan, tumbuh, dan berkembangbiak. Anima ini juga dimiliki oleh tumbuh-tumbuhan, 2) Anima sensitive, yakni jiwa untuk merasa, sehingga manusia punya naluri, nafsu, mampu mengamati, bergerak, dan sekaligus bertindak. 3) Anima antelektiva, yakni jiwa intelek jiwa ini tidak ada pada binatang dan tubuh-tumbuhan. Anima intelektiva memungkinkan manusia untuk berfikir, berkehendak, dan punya kesadaran, dan ia akan mencapai puncak kemampuaannya apabila keadaannya bebas dan tak terbatas.
B. Jenis-jenis Kebebasan
Dari pengertian kebebasan yang telah dijelaskan di atas, maka kebebasan secara makna dapat dikatagorikan dalam dua macam, yaitu: kebebasan sosial politik dan kebebasan individual.
1. Kebebasan Sosial Politik
Sudah sejak lama, kebebasan dikaitkaan dengan konteks sosial politik, kebebasan ini dapat dipahami sebagai kebebasan untuk melakukan sesuatu yang (a) untuknya tidak ada alasan normal atau baik untuk tidak melakukannya (setiap campur tangan dari pihak yang berwenang harus dijustifikasi oleh alasan-alasan yang baik, seperti membahayakan kesehatan masyarakat atau mengganggu keamanan atau kesejahteraan orang lain), dan (b) tidak melanggar (berselisih dengan, membahayakan, menghambat, memaksa) aktivitas orang lain dan ha-haknya. Kebebasan dipandang sebagai sebuah hak alamiah yang tidak bisa diasingkan (seperti halnya hidup, kepemilikan, dan pencarian kebahagiaan). Menurut subjek kebebasan politik yang artinya bebas disini adalah suatu bangsa atau rakyat. Kebebasan ini bukannya sesuatu yang selalu sudah ada, melinkan sebagian besar merupakan produk perkembangan sejarah atau produk perjuangan sepanjang sejarah.
Dalam sejarah modern dapat dibedakan dua bentuk kebebasan sosial politik yakni: 1) tercapainya kebebasan politik rakyat dengan membatasi kekuasaan absolute para raja, dan 2) kemerdekaan yang dicapai oleh Negara-negara muda terhadap Negara-negara penjajah.
a. Kebebasan Rakyat vs Kekuasaan Raja Absolut
Negara Inggris dan Perancis merupakan negara yang memiliki peranan besar dalam sejarah Eropa dan dunia karena telah menjadi pelopor dalam mewujudkan kebebasan sosial-politik menurut bentuknya yang pertama. Di Inggris sendiri, pembatasan absolutisme para raja berlangsung berangsur-angsur selama kurun waktu yang panjang. Salah satu langkah pertama adalah Magma Charta (1215). Sesudah itu proses pembatasan kekuasaan absolute monarki berjalan terus dan dianggap selesai (The Glorious Revolution, 1688). Nama ini menunjukkan peristiwa William II serta Mary Stuart naik tahta Inggris, sambil menerima The Bill of Rights.
Seabad kemudian di Perancis, absolutisme para Raja dipatahkan dengna lebih mendadak dan lebih dramatis melalui Revolusi Perancis (1789), yang antara lain mengakibatkan Raja Louis XVI dipenggal kepalanya dengan alat guillotine (1792).
Perwujudan kebebasan sosial-politik tidak terbatas pada kedua negara bersangkutan saja tapi mempunyai relevansi universal. Inggris dan Perancis menjadi perintis di zaman modern dalam mewujudkan demokrasi yang didasarkan atas kebebasan rakyat. Gagasan yang melatar belakangi kebebasan sosial-politik dalam bentuk ini pada dasarnya bersifat etis. Perkembangan dari monarki absolute ke demokrasi modern bukan saja merupakan suatu kenyataan histories, melainkan juga keharusan etis.
b. Kemerdekaan vs Kolonialisme
Dalam zaman modern banyak negara baru merebut kemerdekaannya sejak akhir abad ke-18 mulai dari benua Amerika. Amerika Serikat adalah Negara pertama yang melepaskan diri dari kekuasaan Inggris dengan The Declaration of Independence (1776).
Ide dibelakang proses dekolonialisasi bersifat etis karena pada zaman modern timbul keyakinan bahwa tidaklah pantas suatu bangsa dijajah oleh bangsa lain. Pada tahun 1960 negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyepakati sebuah deklarasi yang pada pokoknya mempunyai isi yang sama: hak semua Negara dan bangsa yang dijajah untuk menentukan nasibnya sendiri.
2. Kebebasan Individual
Kebebasan dalam arti social-politik berkaitan erat dengan etika. Masalah-masalah mengenai kebebasan ini dibahas dalam cabang etika poltik atau filsafat politik, bukan dalam etika umum. Bagi etika umum lebih penting adalah kebebasan individual, beberapa arti kebebasan yang dapat dibedakan di sini.
a. Kesewenang-wenangan
Kebebasan dalam arti ini adalah tindakan bebas dalam berbuat atau tidak berbuat sesuka hatinya. Di sini “bebas” dimengerti sebagai terlepas dari segala kewajiban dan keterikatan.
Kalau tidak berfikir lebih panjang, banyak orang cenderung menerima pengertian kebebasan ini dalam arti melakukan apa saja yang saya mau. Karena orang mencampuradukkkan kebebasan dengan merasa bebas. Kalua kita lihat secara mendalam, akan tampak bahwa kebebasan tidak bisadisamakn dengan merasa bebas atau merasa dilepaskan dari segala macam ikatan social dan moral.
Dengan demikian seorang mahasiswa adalah bebas, tidak perlu masuk kuliah, karena hari itu kebetulan libur atau karena ia mengambil keputusan untuk bolos. Ia bebas dalam arti lepas dari kewajiban belajar dan dapat mengisi waktu sekehendak hatinya.
b. Kebebasan Fisik
Kata bebas disini berarti tiada paksaan atau rintangan dari luar. Orang menganggap dirinya bebas dalam arti ini, jka bisa bergerak ke mana saja ia mau tanpa hambatan apapun.
Orang bergerak dengan bebas, dapat menggunakan “kebebasan” ini untuk setiap hari pergi ketempat perjudian. Orang itu sudah kecanduan, sudah menjadi budak kebiasaannya. Kariernya dan masa depan keluarganya sudah hancur karenanya. Hutangnya semakin bertumpuk. Namun demikian, ia tidak melepaskan diri dari kegemaran berjudi dan makkin hari makin tenggelam dalam tabir kenistaan.
c. Kebebasan Yuridis
Sebenarnya kebebasan ini merupakan sebuah aspekdari hak-hak manusia karena berkaitan erat dengan hukum dan harus dijamin oleh hokum. Tidak mengherankan bahwa hak-hak di sini disebut bersamaan dengan kebebasan, karena setiap hak mengandung kemungkinan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu dengan bebas dan tak terganggu dalam menjalankan kebebasan secara nyata.
Kebebasan ini menandai situasi kita sebagai manusia. Kebebasan kita bersifat berhingga, maka kita membutuhkan lingkup gerak di mana ia bisa dijalankan. Kebebasan ini memperoleh nilai yang lebih besar, sejauh wilayah di mana kita mewujudkannya, lebih besar pula.
Kebebasan yuridis ini dimaksudkan semua syarat hidup di bidang ekonomi, social dan politik yang diperlukan untuk menjalankan kebebasan manusia secara nyata dan mewujudkan kemungkina-kemungkinan terpendam dalam setiap manusia. Negara bertujuan mengupayakan, menjamin dan memajukan kebebasan-kebebasan untuk kesejahteraan umum, maka peran negara di sini sangat penting. Peranan Negara tidak sama terhadap semua kebebasan yuridis, tergantung pada dasarnya yakni kodrat dan hokum positif.
Dengan kebebasan-kebebasan yang didasarkan pada hokum kodrat merupakan semua kemungkinan manusia untuk bertindak bebas yang terikat begitu erat dengan kodrat manusia, sehingga tidak pernah boleh diambil dari anggota-anggota masyarakat. Manusia bebas untuk bekerja, memilih profesinya, mempunyai milik sendiri, menikah, mendapat pendidikan, memperoleh pelayanan kesehatan dan banyak hal lagi.
Kebebasan yuridis yang berdasarkan pada hukum positif yakni buah hasil dari perundang-undangan suatu Negara. Seandainya tidak dirumuskan, kebebasan ini tidak ada sama sekali. Disemua Negara peraturan lalu lintas tidak sama yakni ada lalu lintas berjalan di sebelah kiri atau di sebelah kanan jalan. Cara pengaturan bisa berbeda-beda, tapi yang penting ialah pemakaian jalan umum diatur.
d. Kebebasan Psikologis
Dengan kebebasan psikologis kita maksudkan kemampuan manusia untuk mengembangkan serta mengarahkan hidupnya. Kemampuan ini menyangkut kehendak, bahkan merupakan ciri khasnya. Kebebasan ini tidak saja mencakup pemilihan, melainkan juga kesetiaan akan kemungkinan yang telah terpilih.
Walaupun kebebasan psikologis selalu disertai kemungkinan untuk memilih dan tidak ada kebebasan kalau tidak ada kemungkinan untuk memilih, namun pemilihan tidak merupakan hakikat kebebasan psikologis. Yang menjadi hakikat ialah kemampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri. Saya adalah bebas dalam arti ini, bila sayalah yang menentukan diriku dan bukan factor-faktor dari luar ataupun dari dalam.
e. Kebebasan Moral
Kebebasan moral mengandaikan kebebasan psikologis, sehingga tanpa kebebasan psikologis tidak mungkin terdapat kebebasan moral. Tapi kalau terdapat kebebasan psikologis belum tentu terdapat kebebasan moral juga, walaupun dalam keadaan normal kebebasan psikologis akan disertai kebebasan moral.
Untuk membedakan kebebasan psikologis dengan kebebasan moral yakni psikologis berarti bebas begitu saja (free), sedangkan kebebasan moral berarti suka rela (voluntary).Terdapat kebebasan moral,bila orang tidak mengalami tekanan atau paksaan moral dalam menentukan diri.
Seorang sandera dipaksa oleh seorang teroris untuk menandatangani sepucuk surat pernyataan. Dari sudut psikologis, sandera itu bebas memilih untuk menandatangani surat itu. Perbuatan itu keluar dari kehendaknya, ia menentukan dirinya. Lain halnya, seadainya teroris memegang tangannya dan memaksa sidik jari pada surat itu. Sebab kalau begitu, bukan ia sendiri yang membuatnya dalam arti sebenarnya melainkan adanya paksaan.
f. Kebebasan Eksistensial
Kebebasan ini menyangkut seluruh pribadi manusia dan tidak terbatas pada salah satu aspek saja, melainkan seluruh eksistensi manusia yang menunjukan cara berada manusia yang khas berbeda dengan semua makhluk yang lain.
Seorang seniman dapat dianggap bebas dalam artiini, bila menciptakan lukisan, patung, atau barang seni lain secara otonom. Sesudah perjuangan panjang pada akhirnya ia mencapai taraf kemandirian. Biarapun ia sangat berhutang budi kepada guru dari masa mudanya, namun ia tidak lagi tergantung dari mereka. Ia mengagumi seniman-seniman besar di masa lampau dan ia menganggap mereka sebagai contoh teladan, tapi dalam pekerjaannya ia tidak menjiplak karya mereka. Ia mengenal dengan baik produk-produk seni dari rekan-rekan seniman, namun ia tidak mengikuti mode saja. Ia tidak menjadi budak dari tekhnik atau materi yang dipergunakannya,tapi ia betul-betul menguasai tekhnik dan materi itu. Ia menjadi seorang seniman yang kreatif dan bebas.
Kebebasan eksistensial ini jarang direalisasikan dengan sempurna, karena merupakan suatu ideal atau cita-cita yang bisa memberi arah dan makna kepada kehidupan manusia. Dalam hidup manusia senantiasa ditemukan ketidakberesan, keterbatasan dan ketidaksempurnaan yang masih memisahkan dia dari kebebasan yang menyeluruh ini.
C. Batas-batas Kebebasan
Pandangan spontan pula tidak akan keberatan untuk mengakui batas-batas bagi kebebasan. Di sini kita memandang batas-batas yang paling penting.
1. Faktor-faktor dari dalam; Kebebasan pertama-tama dibatasi oleh faktor-faktor dari dalam, baik fisik maupun psikis. Kita berbadan lebih tinggi atau pendek,kuat atau lemah,sehat atau sakit-sakitan.Saya ini laki-laki atau perempuan.dari segi umur, saya ini muda,setengah baya atau tua.Pendeknya, selalu terdapat suatu struktur badani tertentu yang sangat membatasi kemungkinan-kemungkinan seseorang.Manusia tidak bebas untuk berjalan di atas air atau terbang seperti burung.Kebanyakan orang tidak bebas untuk menjadi juara bulutangkis dalam kejuaraan All-England.
2. Lingkungan; Kebebasan dibatasi juga oleh lingkungan, baik alamiah maupun social. Indonesia tidak bebas menjadi pusat olah raga ski, karena hawanya tropis. Negara seperti Swiss tidak bebas menjadi kuasa maritim yang besar, karena letaknya tidak di pinggir laut. Orang yang berasal dari lingkungan miskin tidak bebas masuk perguruan tinggi. Kalau kadang-kadang kebebasan seperti itu toh dicanangkaan, maka hal itu berlaku teorits saja,kerana yang ingin masuk perguruan tinggi harus memenuhi syarat yang tidak bisa dipenuhi oleh golongan kurang mampu. Anak yang dididik dalam keluarga yang terdiri dari pencuri profesional, tidak bebas berkembang sebagai orang jujur, dan seterusnya.
3. Kebebasan orang lain; Kebebasan saya dibatasi oleh kebebasan orang lain. Semua gerak-gerik saya dibatasi oleh kebebasan teman-teman manusia.Tidak bisa dibenarkan bahwa saya, sehingga tidak ada lagi kebebasan lagi untuk orang lain. Inilah pembatasan dengan konsekuensi paling besar bagi etika.Dan inilah alasan utama mengapa diperlukan sesuatu tatanan moral di antara manusia.Kedua pembatasan yang disebut di atas membatasikehendakdi luar kemauannya,tapidi sini kehendak harus membatasi dirinya sendiri.mengakui kebebasan orang lain di sini secara konkrit berarti menghormati hak-haknya.
4. Generasi-generasi mendatang; Belum begitu lama manusia mulai menyadari perlunya pembatasan lain lagi. Kebebasan kita dibatasi juga oleh masa depan umat manusia atau generasi-generasi sesudah kita. Kebebasan kita dalam menguasai dan mengeksploitasi alam dibatasi sampai titik tertentu, sehingga alam bisa menjadi juga dasar hidup bagi generasi-generasi mendatang. Kita tidak bebas untuk mempergunakan alam seenaknya, sampai membahayakan masa depan uat manusia. Pemabatasan terakhir ini belum mendarahdaging dalam kesadaran moral banyak orang dan kerap kali belum diketahui juga bagaimana persisnya cara tepat untuk menerapkannya. Kalau kebebasan saya bentrok dengan kebebasan orang lain, pasti saya ditegur dan jika saya nekat akan diambil tindakan terhadapsaya, tapi siapa bersuara bila kita sekarang ini membahayakan kemungkinan hidup bagi generasi-generasi yang akan datang? Mereka sendiri tidak berkutik, justru karena belum ada.
D. Kebebasan dalam Profesi
Kebebasan dalam profesi menuntut agar para pelaku profesi memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya. Namun kebebasan ini dibatasi oleh tanggungjawab dan komitmen professional atas kemajuan profesi tersebut serta kepentingan masyarakat. Otonomi hanya berlaku sejauh disertai oleh tangungjawab professional. Otonomi berlaku selama pelaksanaan profesi tersebut tidak merugikan kepentingan umum. Pelaku profesi bebas dan otonom dalam menjalankan profesinya asal tidak merugikan hak dan kepentingan yang lain. Sebaliknya, kalau hak dan kepentingan yang lain dilanggar, maka otonomi profesi tidak berlaku lagi, sehingga pihak lain, yaitu pemerntah harus ikut campur tangan dengan menindak pihak profesi yang merugikan pihak lain.
0 komentar:
Catat Ulasan