A. Tantangan Profesi dalam Sejarah
Sebagian masyarakat menganggap bahwa kaum professional dalam bekerja cenderung hanya mementingkan status dan kekayaan saja, serta berusaha memperdaya para kliennya demi kepentingan diri sendiri. Mereka sering berdalih demi kepentingan masyarakat, namun pada hakekatnya profesi adalah bentuk bisnis yang abu-abu dan terorganisir demi kepentingan kaum professional yang bersangkutan. Kecurigaan masyarakat umum bukan tidak berdasar, akan tetapi berdasarkan fakta yang mereka rasakan ketika berhadapan dengan kaum professional. George Bernard pernah melontarkan kritikan yang cukup pedas terhadap kaum professional; “semua profesi merupakan persekongkolan untuk melawan kaum awam (masyarakat biasa).
Dalam sejarah pernah muncul beberapa kelompok kritikus terhadap kaum profesional, di antaranya:
1. Pengkritik pertama, kaum agamawan, melihat bahwa para profesional seringkali melanggar norma-norma agama dan etika secara umum atas nama profesinya. Para profesional dengan mudahnya membolehkan sesuatu yang selama ini dilarang atau melarang yang selama ini dibolehkan oleh ajaran-ajaran agama.
2. Pengkritik kedua, kaum sejarawan dan sosiolog; Mereka melihat profesi pada dirinya sendiri sebenarnya tidak memiliki legitimasi. Hal in disebabkan karena kaum professional tidak mengutamakan pengetahuan, kecakapan, dan orientasi moral dalam profesi yang bersangkutan, walaupun lembaga-lembaga profesi sangat efektif, monopolistis, dan bersetatus tinggi dalam masyarakat. Mereka lebih mengutamakan pencapaian status dan hak-hak istimewa serta bagaimana mempertahankannya. Para pengkritik ini menyatakan bahwa profesi hanyalah ideology dominan yang harus diganti oleh lembaga atau praktek-praktek yang sungguh-sungguh mengarah pada kesejahtraan umum.
3. Pengkritik ketiga, kaum filosof; Mereka memandang bahwa profesi memiliki etika yang non ideologis. Kebanyakan filosof menerima bahwa profesi bukanlah monopli ideologis. Perselisihan mereka dengan profesionalisme lebih berkaitan dengan apa yang mereka pandang sebagai pernyataan normatif yang dibuat oleh kaum profesional. Mereka menuduh kaum professional memahami dirinya sebagai orang yang diatur oleh norma atau standar etik yang memperbolehkan, dn bahkan mengharuskan kaum professional untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak diperbolehkan oleh norma yang berlaku bagi masyarakat pada umumnya Contoh sejumlah dokter menyatakan bahwa mereka berhak berbohong kepada pasien jika dengan kebohongan tersebut melindungi kesehatan pasien. Menurut kelompok ini, etika kaum professional haruslah dipahami sebagai bagian dari etika kemasyarakatan umum agar ia mendapatkan kembali legitimasnya
4. Kelompok pengkritik keempat, kaum analis organisatoris, melihat bahwa tidak ada satupun daftar ciri-ciri profesional yang disepakati oleh semua orang. Pengkritik ini yakin bahwa kita tidak usah memusatkan perhatian pada apakah sebuah kegiatan itu profesional atau tidak, tetapi lebih baik memberi perhatian pada apakah orang bekerja secara efektif. Profesionalisasi bukanlah proses untuk sekedar mendapatkan ciri-ciri, tetapi lebih merupakan proses pengembangan kecakapan dan strategi untuk meningkatkan kinerja. Efektifitas yang meningkat akan membuat para profesional tampak lebih ahli (cakap), dan pelaksanaan keahlian yang berkembang (meningkat) itu akan memberi legitimasi.
Mempertimbangkan kritikan-kritikan tersebut, maka para profesional perlu membuktikan diri, bahwa mereka tidak seperti yang diduga oleh para pengkritik tersebut. Perjalanan sejarahlah yang nanti akan membuktikan bagaimana keadaan mereka sebenarnya. Selain itu juga perlu ada pembahasan yang mendalam tentang hubungan para profesional, klien, dan masyarakat pada umumnya. Keberadaan para professional di mata masyarakat bertumpu pada landasan yang dapat dterima dan absah secara moral.
B. Pengertian Profesi
Belum ada kata sepakat mengenai pengertian profesi karena tidak ada standar pekerjaan/tugas yang bagaimanakah yang bisa dikatakan sebagai profesi. Ada yang mengatakan bahwa profesi adalah “jabatan seseorang walau profesi tersebut tidak bersifat komersial”. Secara sederhana profesi didefinisikan sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang sebagai suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja walaupun tanpa dibarengi dengan minat dan bakatnya tetap bisa sesuai asalkan memiliki pendidikan dan keahlian dalam prifesi tersebut. Dan keahlian yang dimaksudkan bukan keahlian yang diperoleh dari pendidikan kejuruan saja, tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam prakteknya.
Selama ini baru dikenal profesi untuk bidang-bidang pekerjaan tertentu saja, seperti kedokteran, guru/dosen, militer, pengacara, wartawan, dan semacamnya, tetapi sebenarnya pekerjaan apapun asalkan berdasarkan pendidikan dan keahlian bisa disebut profesi. Sehingga obyek profesi meluas sampai mencakup pula bidang seperti manajer, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya.
Profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Dengan demikian orang professional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi serta punya komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaannya itu. Dengan kata lain, orang professional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan karena ahli di bidang tersebut dan meluangkan seluruh waktu, tenaga, dan perhatiaannya untuk pekerjaan tersebut.
Namun ini saja tidak cukup. Orang yang professional adalah orang yang mempunyai komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaannya itu. Ia melibatkan seluruh dirinya dan dengan giat, tekun, dan serius menjalankan pekerjaannya itu. Karena dia sadar dan yakin bahwa pekerjaannya telah menyatu dengan dirinya. Pekerjaannya itu membentuk identitas dan kematangan dirinya, dank arena itu dirinya berkembang bersama dengan perkembangan dan kemajuan pekerjaannya itu. Ia tidak lagi sekedar menjalankan pekerjaannya sebagai hobi, sekedar mangisi waktu luang, atau secara asal-asalan. Komitmen pribadi inilah yang melahirkan tanggungjawab yang besar dan mendalam atas pekerjaannyaitu.
Ada paling kurang tiga hal yang membedakan pekerjaan seorang professional sebagai sebuah profesi dan pekerjaan sebagai sebuah hobi. Pertama, pekerjaan sebagai sebuah hobi dijalankan terutama demi kepuasan dan kepentingan pribadi. Kedua, pekerjaan sebagai hobi tidak punya dampak dan kaitan langsung yang serius dengan kehidupan dan kepentingan orang lain. Orang yang menjalankan suatu kegiatan/ pekerjaan sebagai hobi tidak punya tanggung jawab moral serius atas hasil (dan) pekerjaan itu bagi orang lain. Ketiga, pekerjaan sebagai hobi bukan merupakan sebagai sumber utama dari nafkah hidupnya. Karena itu, hampir bisa dipastikan bahwa tidak ada keseriusan, ketekunan, dan disiplin yang terpola dalam irama yang pasti. Yang ada hanyalah irama kerja, kalau ada, yang sekadar sesuai dengan mood orang yang bersangkutan. Sebaliknya, profesi menuntut ketekunan, keuletan, disiplin komitmen dan irama kerja yang pasti karena pekerjaan itu melibatkan secara langsung pihak-pihak yang lain. Pengusaha tidak bisa menjalankan bisnisnya sseenaknnya sesuai dengan mood-nya karena akan mempengaruhi tidak hanya keseluruhan mekanisme kerja perusahaannya melainkan juga mekanisme kerja dan pekerjaan pihak yang terkait.
Dalam kaitan dengan itu, untuk bisa melibatkan seluruh dirinya beserta keahlian dan keterampilannya demi keberhasilan pekerjaannya, diandaikan bahwa orang yang professional ini mempunyai disiplin kerja tinggi. Namun, disiplin ini tidak pertama-tama dipacu dari luar oleh lingkungan, oleh aturan, oleh atasan, atau orang lain, melainkan disiplin ini muncul dari dalam dirinya sendiri karena menyatunya dia dengan pekerjaannya itu. Disiplin, ketekunan, dan keseriusan adalah perwujudan dari komitmennya atas pekerjaannya itu. Karena kemajuan dan perkembangan pekerjaannya menentukan perkembangan dirinya, disiplin diri lalu merupakan hal yang akan berjalan dengan sendirinya. Hanya dengan disiplin diri baik dalam waktu, dalam ketekunan, dalam menyelesaikan pekerjaannnya sampai tuntas, maupun dalam menepati rencana-rencana kerja yang telah digariskan tanpa harus menjadi budak dari semua itu, ia bisa berhasil dalam menjalanan tugas pekerjaannya maupun berhasil menjadi orang yang sukses dan berguna bagi banyak orang.
Semua ini mengandaikan satu hal lain lagi yang tidak kalah pentingnya. Sebagaimana terungkap dalam pengertian profesi di atas, orang yang profesional selalu mengerjakan pekerjaannya sebagai pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaannya itu. Ini berarti, orang tersebut harus memperoleh dan diberi imbalan yang memadai atas pekerjaan yang dilakukannya yang memungkinkannya untuk hidup secara layak sebagai manusia. Hanya dengan imbalan yang layak, kita bisa menuntut dan mengharapkan seseorang untuk bekerja dengan tekun, rajin, giat dan serius. Singkatnya, hanya dengan imbalan yang memadai ia dapat mempunyai komitmen pribadi yag mendalam atas pekerjaannya dan tanggung jawab penuh atas pekerjaannya dan atas pihak-pihak lain yang menjadi fokus pelayanan profesinya. Tanpa itu, siapa pun akan dengan mudah melepaskan tanggung jawabnya dan mencari pekerjaan lain karena tuntutan pemenuhan kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Banyak kasus terjadi dimana kurangnya sikap profesional semata-mata disebabkan karena orang merasa tidak dibayar semestinya. Orang lalu tidak merasakan pekerjaannya sebagai bagian dari hidupnya, dari dirinya yang karena itu dijalani dengan penuh tanggung jawab.
C. Perbedaan Pekerjaan, Profesi, dan Profesional
Seseorang yang bekerja pada satu profesi belum tentu bisa disebut sebagai profesional, oleh karena itu, profesi harus dibedakan dengan profesional. Perlu diperjelas di sini, bahwa profesional sendiri adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Ada beberapa perbedaan yang mendasar antara pekerjaan, profesi, dan profesional. Perbedaan tersebut harus fahami secara baik dan benar sehingga tidak terjebak dalam kebingungan dan kesalahfahaman. Perbedaan tersebut adalah:
Dari perbandingan tersebut, dapat dipahami, bahwa di antara ketiga istilah di atas, yaitu pekerjaan, profesi, dan profesional. Maka profesionallah yang paling utama, karana para professional bekerja dengan sepenuh hati dan sepenuh tanggungjaeab. nuh tanggungjaeab.
D. Syarat-syarat Suatu Profesi
Suatu pekerjaan bisa disebut sebagai profesi, apabila memenuhi persyaratan-persyaratannya. Adapun persyaratan tersebut adalah:
1. Melibatkan kegiatan intelektual.
2. Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Memerlukan persiapan profesional yang alami dan bukan sekedar latihan.
4. Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5. Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.
Jika suatu pekerjaan memenuhi seluruh persyaratan tersebut, maka ia bisa masuk dalam katagori profesi. Tetapi, apabila ada salah satu yang persyaratan tersebut yang hilang maka ia belum layak dikatakan sebagai sebuah profesi. Persyaratan-persyaratan tersebut, masih bisa bertambah sesuai dengan kebutuhan profesi yang bersangkutan, tapi tidak boleh melanggar etika secara universal.
E. Ciri-ciri Profesi
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi. Ciri-ciri atau sifat-sifat tersebut, yaitu : 1) Memiliki pengetahuan khusus atau keahlian khusus, 2) Memiliki kaidah dan standar moral yang tinggi, 3) Biasanya orang yang professional adalah orang yang hidup dari profesinya, 4) Mengabdi pada kepentingan masyarakat umum, 5) Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi, dan 6) Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
1. Memiliki Pengetahuan Khusus atau Keahlian Khusus.
Profesi selalu mengandalkan adanya suatu pengetahuan, keahlian, dan keterampilan khusus sesuai dengan bidang profesi yang dijalaninya. Pengetahuan, keahlian, dan keterampilan khusus tersebut melebihi pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang dimiliki oleh kebanyakan orang lain. Pengetahuan, keahlian, dan keterampilan khusus tersebut biasanya diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang bertahun-tahun. Bahkan pendidikan dan pelatihan tersebut dijalaninya melalui proses seleksi yang ketat dank eras.
Tingkat pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang tinggi tersebut, memungkinkan seorang profesional dapat menjalankan tugas profesinya dengan tingkat keberhasilan dan kualitas yang tinggi pula, sehingga masyarakat dapat menerima dan mempercayai profesi yang bersangkutan.
2. Memiliki Kaidah dan Standar Moral yang Tinggi
Komitmen moral biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi tertentu. Aturan tersebut biaanya disebut kode etik profesi. Kode etik profesi tersebut berisi tuntutan keahlian dan komitmen moral yang berada di atas tingkat rata-rata bagi kebanyakan orang, sekaligus merupakan tuntutan minimal yang harus dipenuhi dan tidak boleh dilanggar oleh seorang professional selama yang bersangkutan mengemban profesi tersebut.
Kode etik mengungkapkan cita-cita, keluhuran dan jiwa profesi yang bersangkutan. Misalnya, seorang professional dalam profesi pengadilan dengan sendirinya hanya akan memiliki cita-cita, yaitu menegakkan keadilan apapun konsekuensinya. Ia dengan sendirinya akan mengutamakan keadilan lebih dari semua hal lainnya. Kode etik atau komitmen moral pada akhirnya memperlihatkan dengan jelas bahwa orang yang professional itu bukan hanya ahli dan terampil, melainkan juga memiliki komitmen moral yang tinggi. Ia bukan sekedar tukang yang pandai, tetapi juga memiliki hati dan naluri moral yang tinggi. Maka menjadi jelas bagi kita bahwa keahlian saja tidak cukup untuk menyebut seseorang sebagai professional.
3. Para Professional Hidup dari Profesinya
Biasanya orang yang professional adalah orang yang hidup dari profesinya, karena: Pertama, dia hidup sepenuhnya dari profesi ini. Seluruh hidupnya didedkasikan untuk profesi, maka selayaknya dia mendapatkan imbalan atau gaji untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kedua, identitas orang tersebut dibentuk oleh profesinya. Ia melekat dengan profesinya. Ia menjadi dirinya berkat dan melalui profesinya. Ia tampil dan dikenal dalam masyarakat melalui dan karena profesinya. Profesi kemudian menjadi sebuah bentuk sosialisasi peran dalam masyarakat. Konsekuensinya, orang yang professional akan bangga dan bahagia dengan profesi yang dimilikinya.
4. Mengabdi pada Kepentingan Masyarakat
Mengabdi pada kepentingan masyarakat artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi atau kelompok di bawah kepentingan masyarakat, bangsa, atau negara.
Orang yang mengemban profesi tertentu, khususnya profesi luhur, lebih mendahulukan dan mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadinya. Keahlian dan keterampilan khusus yang dimilikinya terutama dimaksudkan untuk melayani kepentingan masyarakat yang membutuhkan. Sikap hidup professional mengarahkan orang untuk melayani, mengabdi, dan membantu masyarakat dengan menggunakan keahlian dan keterampilannya, sampai ada hasil yang memuaskan (tuntas), baik bagi yang dilayani maupun bagi kaum professional itu sendiri.
5. Ada Izin Khusus untuk Menjalankan Profesi
Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
Profesi luhur biasanya membutuhkan izin khusus untuk menjalankan profesi tersebut. Penggunan izin khusus ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari praktek yang tidak becus. Dokter yang sembarangan dapat mengakibatkan cacat tetap atau meninggalnya pasien. Pengacara konyol yang hanya mengejar uang dapat mengakibatkan dihukumnya orang tidak bersalah dan orang yang terbukti salah justru dibebaskan.
Izin sesungguhnya merupakan tanda bahwa orang yang bersangkutan memiliki kemampuan, keahlian, ketrampilan dan komitmen moral yang dapat diandalkan. Dengan demikian masyarakat tidak perlu ragu dan dapat mempercayakan permasalahan yang sedang dihadapinya kepada kaum professional sesuai dengan bidangnya masing-masing. Izin juga merupakan sarana untuk melindungi keluhuran profesi dari kemungkinan disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak berwenang, atau setidak-tidaknya untuk melindungi citra luhur profesi agar tidak dicemari olehorang-orang yang tidak becus.
Perizinan ini bisa dilihat dalambentuk surat izin praktek, sumpah, kaul atau pengukuhan resmi didepan umum. Pihak yang berhak untuk memberi izin adalah Negara sebagai penjamin tertinggi kepentingan masyarakat. Bisa juga kelompok organisasi sesuai bidang masing-masing memberi izin dengan melalui proses pengujian dan pemeriksaan secara seksama, sehingga orang yang bersangkutan dapat dinyatakan memenuhi kualifikasi untuk menjalankan profesinya.
6. Kaum Profesional Menjadi Anggota Suatu Profesi
Organisasi profesi (IDI untuk dokter, IAI untuk akuntan, Ikadin untuk advokat, dan sebagainya) bertujuan untuk menjaga dan melindungi keluhuran profesi. Tugas pokok dari organisasi profesi adalah menjaga agar standar keahlian dan keterampilan dipenuhi dank ode etik tidak dilanggar. Dengan demkian, organissai profesi menjaga agar kepentingan masyarakat tidak dirugikan oleh cara pelaksanaan profesi tersebut. Dalam konteks ini, organisasi akan mengeluarkan izin praktek atau memberi rekomendasi untuk mendapatkannya bagi anggota baru, dan menindak anggota yang melanggar baik kode etik profesi, keahlian maupun keterampilan yang dituntut oleh profesi yang bersangkutan.
Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaum profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas rata-rata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu standar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas masyarakat yang semakin baik.
F. Prinsip-prinsip Etika Profesi
Dalam etika profesi ada beberapa prinsip pokok yang harus tetap dipegangteguh oleh para professional. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Prinsip Tanggungjawab
Prinsip tanggungjawab ini menuntut agar para pelaku profesi bertanggungjawab terhadap pelaksanaan profesi tersebut dan begitu juga terhadap hasilnya. Ada jaminan bahwa tanggunggungjawab akan dilaksanakan sebagaimana telah dijanjikan. Oleh karena itu, pelaku profesi perlu bekerja sebaik mungkin sehingga memberi hasil yang terbaik.
Bentuk tanggungjawab yang lainnya, para pelaku profesi bertanggungjawab terhadap dampak yang ditimbulkan dari profesi tersebut atas kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Bila pelaksanaan profesi mengakibatkan kerugian, maka pelaku profesi harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
2. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan ini menuntut para pelaku profesi untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Prinsip keadilan ini mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang yang berada dalam semua stuasi dan menghormati hak semua pihak yang orang bersangkutan dengan profesi tersebut. Perlakuan tidak sama adalah tidak adil, kecuali dapat memperlihatkan alasan yang tepat kenapa memperlakukannya secara berbeda, tapi hal itu pun dalam kerangka norma yang dibenarkan. Pelaku profesi tidak boleh melakukan diskriminasi dalam melakukan pelayanannya terhadap masyarakat. Prinsip ini menuntut agar pelaku profesi tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain.
Upaya menegakkan keadilan, bukan hanya dalam pelayanan terhadap masyarakat, tetapi mencakup aspek yang lebih luas berupa penciptaan sstem yang mendukung terwujudnya keadilan tersebut. Ini berarti keadilan bukan saja soal perorang, melainkan menyangkut sistem dan struktur social secara keseluruhan.
3. Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi ini menuntut agar para pelaku profesi memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya. Namun otonomi ini dibatasi oleh tanggungjawab dan komitmen professional atas kemajuan profesi tersebut serta kepentingan masyarakat. Otonomi hanya berlaku sejauh disertai oleh tangungjawab profesional.
Otonomi berlaku selama pelaksanaan profesi tersebut tidak merugikan kepentingan umum. Pelaku profesi bebas dan otonom dalam menjalankan profesinya asal tidak merugikan hak dan kepentingan yang lain. Sebaliknya, kalau hak dan kepentingan yang lain dilanggar, maka otonomi profesi tidak berlaku lagi, sehingga pihak lain, yaitu pemerntah harus ikut campur tangan dengan menindak pihak profesi yang merugikan pihak lain.
4. Prinsip Integritas Moral
Prinsip integritas moral ini menuntut para pelaku profesi agar menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan masyarakat. Ini merupakan tuntutan agar dalam menjalankan profesinya tidak merusak nama baik dan martabat profesinya. Dia bertanggungjawab atas profesinya, tidak melecehkan nilai-nilai yang dijungjung tinggi dan diperjuangkan oleh profesinya.
Oleh karena itu, maka dia tdak akan mudah menyerah pada godaan untuk melakukan tndakan yang melanggar nilai-nilai yang dujungjung tinggi oleh profesinya, dan dia akan malu apabila bertindak tidak sesuai dengan nilai-nilai moral, khususnya nilai-nilai moral yang melekat dan diperjuangkan oleh profesinya.
5. Prinsip No Harm
Prinsip no harm ini menuntut agar para pelaku profesi menahan diri sedemikian rupa sehingga tidak merugkan pihak lain. Dasar prinsip ini adalah penghargaan atas harkat, martabat, dan kepentingan orang lain. Menurut Adam Smith, prinsip no harm, atau prinsip tidak merugikan orang lain, khususnya tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain. Ini berarti, secara negatif prinsip ini menuntut agar dalam interaksi sosial apapun setiap orang harus menahan dirinya untuk tidak sampai merugikan hak dan kepentingan orang lain, sebagaimana dia sendiri tidak mau agar hak dan keepntingannya dirugikan oleh siapa pun.
Selanjutnya prinsip no harm, menurut Adam Smith adalah prinsip paling minim dan arena itu paling pokok yang harus ada untuk memungkinkan kehidupan manusia bisa bertahan dan juga dalam relasi sosial manusia bisa ada dan bertahan. Tanpa prinsip paling minim dan paling pokok ini, relasi sosial apapun (dalam keluarga, pergaulan, sekolah, dan seterusnya) tidak akan terjalin atau terjamin kelangsungannya karena tidak ada orang yang akan menjalin relasi sosial dengan siapa pun yang tidak menahan diri untuk tidak merugikan orang lain. Bahkan, tanpa prinsip ini manusia akan musnah karena kehidupan manusia akan dirongrong.
G. Peranan Etika dalam Profesi
Dalam perkembangan dunia yang semakin mengglobal, maka keberadaan etika sangat diperlukan demi mengatur hubungan manusia menuju arah yang lebih baik, sehingga tercipta kehidupan yang harmonis, damai, dan sejahtera. Dalam dunia profesi, etika profesi pun memiliki konstribusi besar dalam mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, dunia profesi memiliki tanggungjawab untuk memerankan etika dalam profesinya.
Peranan etika dalam dunia profesi dapat dilatarbelakangi oleh beberapa aspek, dan aspek-aspek tersebut sangat menentukan keberadaan profesi di masa depan. Di antara aspek-aspek tersebut adalah:
1. Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, maka suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama, begitu juga dalam dunia kerja/profesi.
2. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi). Dengan adanya kode etik profesi tersebut diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
3. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
Tiga alasan tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting, ketiadaan etika dalam dunia profesi dapat menyebabkan profesi kehilangan arah, terjebak dalam kepentingan sesaat, dan menghalalkan segala macam cara demi keberadaannya. Di masa depan profesi yang bersangkutan tidak akan diakui oleh masyarakat dan akhirnya ditinggalkan. Oleh karena itu, untuk menghilangkan dampak-dampak tersebut, maka keberadaan etika merupakan sesuatu yang wajib, dan yang terpenting etika diperankan dalam menjalankan tugas-tugas profesnya.
0 komentar:
Catat Ulasan